Kamis, 14 Juli 2011

Peran Intelektual(isme) Dalam Menjawab Berbagai Persoalan Bangsa

0

Peran Intelektual(isme)  Dalam Menjawab Berbagai Persoalan  Bangsa
Oleh : Mohammad Rofiuddin
Intelektual menjadi kata yang sangat menarik dan penuh dengan makna bila kita membicarakannya. Terutama kita membicarakan tentang intelektualitas secara keseluruhan, maka lebih baik dan meyakinkan bila kita mengetahui makna dari kata intelektual. Intelektual mempunyai arti orang cerdas dan terpelajar, menggunakan inteleknya untuk menjawab semua persoalan tentang hal yang dianggap ideal (Kamus). Di indonesia kata intelektual cukup gampang untuk disandang bagi setiap orang , baik dosen ataupun mahasiswa  bahkan orang yang tidak mendapatkan pendidikan apabila bisa merasionalkan dalam menyampaikan bisa jadi itu intelek. Menurut jaluddin rahmad (1986), intelektual khusus dikenakan pada ilmuwan yang terikat dengan nilai-nilai tertentu, orang yang mengabdikan hidupnya untuk cita-cita, nilai-nilai tertentu dan disamping itu intelektual mengabdikan hidupnya untuk pengetahuan-pengetahuan tertentu. Itu pengertain intelektual yang saya konotasikan dengan intelektual muslim, artinya ilmuwan yang tidak bisa menanamkan nilai-nilai di atas maka tidak layak untuk dikatakan intellectual. artinya intelektual itu sebagai transforming leader tidak sebagai transaksional leader.
Seorang intelektual harus menjadi transforming leader, intelektual sebagai pemimpin yang mengubah, baik itu mengubah paradigma masyarakat ataupun bangsa serta agama tentunya kepada yang benar dan bisa diterima tanpa mengurangi keidealannya. Ini berjalan dengan semboyan mahasiswa sebagai Agent of change, social of control (agen perubahan dan control social). Yang menempatkan posisi mahasiswa ditengah antara masyarakat dan penguasa. Namun tidak bisa bisa dipungkiri pula untuk menjadi transforming leader merupakan hal yang sulit.  ini tidak terlepas kerna persoalan yang kadang berbau kepentingan. Seperti halnya yang terjadi sekarang pada politikus kita yang menjadi wakil dari rakyat namun tidak menjadi wakil dari masyarakat pada hakikat sesungguhnya, lebih dominan pada pada transactional leader.
Intelektualitas  kadang dimaknai secara sederhana, yaitu orang yang mempunyai pengetahuan atau berilmu. yang tidak rasional lagi bila intelektual itu dilihat dari orang yang hanya bisa bicara didepan orang banyak dengan lantang, sungguh ironis bila kita melihat yang seperti itu. Namun meski kadang dimaknai sederhana sepert itu belum tentu yang sederhana itu ada dalam memahami kata intelektual itu sendiri.  penting sekiranya intelektual tercerahkan kerna dengan tercerahkan berarti mampu mengaplikasikan ilmunya dengan baik guna memberikan pencerahan bagi masyarakat dimana ia tinggal dengan tujuan memberikan keyakinan untuk membantu mencapai kesadaran diri serta mampu merumuskan cita-cita.
Intelektual tercerahkan sebagai penerus serta pewaris kaum tercerahkan terdahulu seperti nabi Muhammad. Yaitu mempunyai tugas untuk merevolusi, memberi sumbangsih pemikiran intelektual disertai gerakan sosial yang berdasarkan dilengkapi dengan sumber-sumber yang paling kaya untuk dijadikan sebuah pencerahan dan cita-cita masyarakat dalam kehidupan di dunia akhirat dan mampu mengimplementasikan di kehidupan sehari-hari bersama masyarakat dalam rangka memberikan teladan. Ataupun tokoh-toko intelektual islam seperti Al-kindi yang dengan karya ensiklopedisnya dan ilmu pengetahuan memberikan sumbangsih dan pencerahan tentang keabadian alam (menolak paham aristoteles), al-asy’ari denga ilmu kalamnya yang berusaha memahamkan ilmu agama secara lebih sistematis, al-farabi dengan falsafah politiknya, dan tokoh-tokoh yang lain yang mencerahkan(nurcholish madjid:1984).
Persoalan bangsa ataupun Negara sangatlah komplek baik itu menyakut keamaan, pertahanan, politik, ekonomi, social, kemiskinan, koruption dan lain-lain yang sudah mulai digiring pada kesemuanya atas nama kepentingan kapitalis. Tentunya permasalahan ini membutuh penyelesaian yang segera untuk di atasi oleh semua elemen tak terkecuali organisasi gerakan mahasiswa yang merupakan elemen gerakan mahasiswa yang mempunyai tanggung jawab secara moral. dan persoalan yang sekian kompleknya tidak bisa secara keseluruhan dapat diselesain maka bagamana gerakan ini (intelek) bisa mengambil porsi dengan apa yang bisa dilakukan untuk pengentasan masalah itu. Bisa jadi masalah ekonomi, pendidikan, sosial ataupun yang lainnya yang bisa disesuaikan dengan kemampuannya untuk dilakukan.
Peran interlektual dan persoalan bangsa
Selama dasawarsa ini tak terhitung kiranya para intelektual-intelektual muslim di indonesia yang lahir dari berbagai Universitas baik negeri atu swasta, baik dari luar maupun dalam negeri sendiri, akan tetapi kebanyakan diantara mereka masih larut dalam konsep yang terlalu melangit yang kemudian sulit dikonsumsi oleh masyarakat awam bahkan konsep itu kadang tidak bisa sama sekali bisa disentuh oleh masyarakat dalam menerimanya bisajadi konsepnya berkontradiksi dengan masyarakat.
Mengacu pada intellectual as transforming leader maka tanggung jawab terbesar yang dimilki oleh intelektual muslim tercerahkan adalah menentukan sebab-sebab sesungguhnya dari keterbelakangan masyarakat akan ketidakpahaman atupun ketidakmampuan dan menemukan penyebab sebenarnya dari kemerdekaan dan kebobrokan rakyat dalam lingkungannya yang menyebabkan mereka tidak mampu menjamah hidup di tengah-tengah yang serba kapitalisme. Intelektual diharapkan bisa memecahkan permasalahan tersebut baik dengan pendampingan, tulisan-tulisan yang mencerahkan, pendidikan, bahkan hidup bersama dan pendekatan lainnya  ditengah-tengah segala macam permasalahan-permasalahan bangsa yang hadir ditengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Kemudian dengan langkah-langkah tersebut dibawa ke arah yang berparadigma kebertuhanan kepada Allah sang pemilikik alam ini
Pada ranah inilah fungsi intelektual muslim tercerahkan. Bagaimana ia mampu hidup bersama dengan masyarakat kecil dan mecoba mencari solusi kesulitan-ksesulitannya baik ekonomi, pendidikan agama dan mengenai persoalan yang berkaitan dengan kesejahteraan social serta permasalahan lainnya. Bukan malah hidup bermewah-mewah, sibuk dengan proyek negara yang lagi-lagi hanya untuk dirinya sendiri  tanpa peduli pada masyarakat tersebut
Agenda pembangunan pemikiran masyarakat tersebut tak lain dan tak bukan adalah kewajiban intelektual muslim intelektual sebagaimana yang telah menjadi kesepakatan umum yang berkembang dalam masyarakat merupakan suatu golongan yang mempunyai peranan penting dalam proses transformasi sosial, ia harus mempunyai keberpihakan kepada masyarakat sekitarnya, terutama kaum dhu’afa secara sosial politik dan ekonomi sekaligus memperjuangkan aspirasi mereka. Seorang intelektual muslim harus mempunyai integritas, pengabdian serta komitmen yang jelas dalam membangun peradaban umat dan bangsanya. Apabila seorang intelektual tidak mempunyai concern terhadap misi dan komitmen ini, maka ia bukanlah seorang intelektual, melainkan hanyalah seorang peneliti, akademisi atau politisi. Dan oleh karena tugas itulah maka seorang intelektual adalah sosok yang dekat dengan sumber-sumber pengetahuan sekaligus dekat dan bersinggungan langsung dengan masyarakat. Seorang intelektual yang oleh karena tugasnya sebagai seorang pelaku mandate pembangunan masyarakat, maka bukanlah ia yang memiliki segudang teori dan pengetahuan, namun tidak pernah bersinggungan dengan masyarakat, dengan kalimat yang popular, seorang intelektual, bukanlah seorang yang hanya duduk di menara gading yang tidak terjangkau oleh masyarakat di sekitarnya.
Dalam membangun sebuah masyarakat, seorang intelektual harus turun langsung bergaul dengan masyarakat yang dibangun tersebut. Tugas kaum intelektual tidak semata menganyam kata, menelurkan gagasan, tetapi juga harus berupaya mengubah realitas yang timpang, mengubah kata- kata menjadi kenyataan mengubah yang jelek menjadi indah, merubah yang bodoh menjadi pintar.
Tugas intelektual Muslim pertama harus mampu memahami arti atau makna sari suatu pernyataan denga mengkaji situasi atau problem. Kedua, menggeneralisasikan jawaban-jawaban secara spesifik dan menyatakannya sebagai pernyataan moral yang memiliki tujuan-tujuan moral-sosial.(fazlur rahman, 1985). Dan seorang intelektual merupakan pewaris nabi yang warisannya al-quran dan as-sunah sebagai landasan hidupnya.
Disisi lain intelektual, memiliki peran dan posisi yang sangat penting dalam perjalanan Negara Kesatuan Republik Indonesia , dalam beberapa hal intelektual bisa diharapkan untuk membangun bangsa ini menjadi lebih baik, dengan segala trobosan-trobosan dan ide-ide cemerlang yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Akan tetapi, disatu sisi intelektual juga bisa menjadi sumber bencana dan kerusakan yang terjadi di sebuah bangsa ataupun negara. sehingga untuk menghindari segala kerusakan yang bisa diciptakan oleh intelektual, maka melihat kembali peran intelektual dalam konteks kebangsaan menjadi sesuatu yang sangat urgent hari ini. Baik dari pendidikan yang makin mahal yang hampir tidak bisa di akses oleh masyarakat menengah kebawah, kebutuhan-kebutahan primer masyarakat yang sudah melampaui batas kemampuan untuk mendapatkannya dan banyak pula permasalahan-permasalahan lainnya yang merugikan dan membingungkan masyarakat kelas bawah.
Inilah tantangannya, intelektual hari ini dihadapkan dengan segala permasalahan bangsa yang berkecamuk, terutama menghadapi kondisi masyarakat yang sedang sakit, secara sadar ataupun tidak, kita merasakan bahwa saat ini masyarakat sedang dalam kondisi sakit (Musa asya’rie,2002). Dengan kata lain, masyarakat dilanda krisis multi dimensi yang menghebat. Keadaan seperti inilah yang kemudian dalam istilah ilmu sosial sering dinamakan sebagai anomali. Yakni suatu masa di mana masyarakat berada dalam kondisi kebingungan akibat muncul berbagai tindakan kekejaman yang bekecamuk dimana-mana. Tentunya serba ketidakpastian yang kadang-kadang membuatnya menjadi kejam dan beringas. Kondisi tersebut banyak hal yang menyebabkannya dan salah satunya adalah gagalnya kaum intelektual dalam menjawab permasalahan bangsa yang berkembang dan tidak terselesaikan kerna lebih mengedeapan egoisnya.
Kalau menilik keatas tentunnya pembuat kebijakan(police maker) rata-rata merupakan intelektual. Meskipun kaum intelektual bukanlah satu-satunya kelompok ataupun golongan yang paling bertanggung jawab dalam mengatasi permasalahan bangsa yang makin mengancam seluruh elemen masyarakat terutama masyarakat kecil. Maka tak akan mungkin intelektual menjadi kelompok yang tertuliskan pada peringkat kedua atau ketiga dan seterusnya. Mengingat sosok intelektual yang di gembar-gemborkan akan menjadi transforming leader yang akan mengubah dari yang tidak baik menjadi baik dan tentunya di terima oleh semua kelompok atau golongan.  Maka dengan itulah intelektual akan tertulis dalam peringkat nomer satu sebagai kandidat yang bertanggung jawab akan permasalahan bangsa ini. Peran intelektual sejatinya adalah memberi kritik konstruktif-transformatif di ruang sosial. Sebab, kritik adalah mekanisme efektif untuk menjalankan control sosialnay ataupun soch terapi baik bagi penguasa yang bertengger dalam gedung istana ataupun rakyat itu sendiri yang msiah belum bisa mampu bergerak untuk bangkit dari sebuah masalah yang besar tersebut. tentunya semua value added  yang positif untuk mendorong sesuatu yang terjadi di dalam masyarakat untuk kembali ke kriteria yang dipandang ideal dan wajar.
Dalam kontek hidup sekarang maka intelektual harus mampu menentukan posisi, baik sebagai koalisi pemerintah (penguasa) dengan ide-ide dan kekreatifannya dalam menghasilkan pemikiran-pemikiran yang memperhatikan hajat hidup oarng banyak sehingga ide-ide atau pemikiran-pemikiran penguasa bisa diterima oelh seluruh elemen. Atau sebagai oposisi yang bisa hidup bersama dengan rakyat dengan membangaun sebuah wacana-wacana untuk mengconter gagasan-gasasan penguasa serta membangkitkan semangat dalam menyelesaiakn permasalan tersebut. atau di jaman sekarang yang banyak terjadi yaitu berada dalam posisis netral dengan tetap ada di tengah-tengan pemerintah dan rakyat tentunya dengan keidealisannya  untuk tetap malakukan yang terbaik untuk semua sebagai transforming leader. namun posisi netral ini sulit untuk tetap pada pasisi idealisnya kerna akan berbenturan dengan banyak hal yang akan mengikis keidealisan seorang intelektual.
Memprioritaskan kemaslahatan umat di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Intelektual sejati senantiasa bervisi membawa bangsa ke arah yang lebih baik, dan mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan kelompoknya sendiri, apalagi sekadar material reward (keuntungan materi) yang didapatkannya.
Tentunya intelektual-intelektual yang ada  dan berkegiatan dikampus-kampus yang banyak meggambarakan hidonesmenya yang tak kunjung membicarakan akan tanggung jawab social. yakni masyarakat luas yang sedang sekarat menunggu kadatangannya dengan pemikiran-pimirakan kreatifnya untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya.
Penutup
Seorang intelektual harus menjadi a transforming leader yang sejalan dengan semboyan mahasiswa agent of change social of control Intelektual. Sehingga tidak hanya berkutat pada ranah kampus saja tapi lebih jauhlagi yaitu pada masalah bangsa dan masyarakat. Selain itu intelektual harus bisa mengambil porsi terkait dengan posisi yang harus di pilihnya baik sebagai oposisi , koalisi atau netral  tentunya denga memainkan peran masing-masing dari posisi itu sendiri dengan tetap mengedepan nilai idelismenya. dan intelekteltual bukan hanya berkutat pada teoritik meski itu perlu namun yang lebih penting aktualisasi dari teoritik itu sendiri dan akhirnya sebagai intelktual kerjakan apa yang bisa dikerjakan untuk masyarkat

Referensi
-          Rahman, Fazlur. 1985. Islam dan modernitas tentang tranformasi intelektual. Bandung: Penerbit Pustaka
-          Musa asy’arie, 2002. Dialektika agama untuk pembebasan spiritual. Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam
-          Madjid, Nurcholis. 1985. Khazanah intelektual islam. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
-          Yahy, M. wildan, Intelektual Muslim. Bandung: Karya Kita




 

anak madura Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha